Langsung ke konten utama

Seni Itu Untuk Siapa Saja

Bersama Ibu Kustiani (Stien Koentjaraningrat)

Kalau bahas tentang seni, rasanya enggak akan cukup waktu menuntaskannya, karena seni itu luas sekali, dan bentuknya berbagai macam. Aku suka seni, tapi tidak banyak, terlebih aku hanya sebagai penikmat, hanya sesekali menjadi pelaku, itu pun, ya, seadanya, sekadar menuangkan buah pikiran.

Menjadi penikmat seni itu adalah suatu kesenangan tersendiri, ada rasa yang tercipta setiap kali melakukannya. Memandang lukisan lebih lama langsung dianggap aneh oleh mereka yang bukan penikmat karya lukis. Katanya, “Ngapain, sih, lihat gambar kayak gitu doang?”.

Padahal itu bukan sekadar gambar atau coretan, ada pesan yang ingin disampaikan pelukisnya di sana, ada yang ingin diceritakan dalam setiap larik puisi, dan ada yang ingin dibangkitkan oleh para pembuat musik.

Pelaku seni dan pecinta seni tidak harus memiliki profesi tertentu, siapa saja bisa dan boleh menjadi pelaku pun penikmat. Seperti KPH Prof. Dr. Koentjaraningrat. Beliau adalah ilmuwan dalam bidang sosial humaniora, hingga mendapatkan penghargaan dari Lembaga Budaya Indonesia sebagai Bapak Antropologi Indonesia. Beliau terkenal lewat buku-bukunya tentang ilmu antropologi, yang bahkan sampai saat ini bukunya menjadi rujukan dan bacaan wajib bagi para mahasiswa antropologi Indonesia.

Laki-laki berzodiak Gemini ini punya peran yang cukup besar dalam sejarah dan perkembangan ilmu antropologi di Indonesia. Beliau sebagai pendiri ilmu antropologi di banyak universitas di Indonesia, diantaranya Universitas Indonesia, Universitas Padjadjaran Bandung, Universitas Udayana Bali, Universitas Hasanudin Ujung Pandang, Universitas Cenderawasih Papua, dan lain-lain. 

Tanggal 23 Maret 1999, pria cerdas kelahiran Yogyakarta 15 Juni 1923 itu tutup usia dan dimakamkan di pemakaman Karet Bivak. Semasa hidupnya beliau telah menyelesaikan 22 buku dan lebih dari 200 artikel yang terbit di dalam dan di luar negeri.

Untuk memperingati 100 tahun Koentjaraningrat, keluarga menghadirkan sosok Koentjaraningrat melalui sebagian karya gambar dan tulisan yang pernah beliau buat semasa hidupnya, dalam sebuah pameran lukisan, pemikiran, dan koleksi Koentjaraningrat. Seperti kata Pak Hilmar, “Melalui lukisan, Pak Koen mencoba membuat keteraturan dari kompleksnya antropologi”.

(dok. pribadi) Bapak Hilmar Farid, PhD. - Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikburistek


Bentara Budaya Jakarta menjadi lokasi digelarnya pameran dari tanggal 8 Juni – 15 juni 2023, dan aku hadir di sana menjadi saksi pembukaan dan juga menjadi penikmat karya-karya sang ilmuwan yang juga pelaku seni dan pecinta seni tari tersebut. Karya-karya yang dihadirkan tidak semuanya, hanya yang ada dan ditemukan di rumah.

Pak Koen juga mendapatkan beberapa penghargaan atas kiprahnya sebagai seorang ilmuwan seperti  Grand Prize dari 6th Fukuoka Asian Cultural Prizes tahun 1955. Kemudian mendapatkan Satyalencana Dwidja Sistha dari Menteri pertahanan dan keamanan tahun 1968 dan 1982, dan pada tahun 1978 menyandang gelar Doctor Honoris Causa dalam ilmu-ilmu sosial dari Rijksuniversiteit Utrecht Belanda.

Penghargaan Grand Prize dari 6th Fukuoka Asian Cultural Asian Prizes
 

(dok. pribadi) Bapak Ilham Khoiri - GM Bentara Budaya

(dok. Pribadi) Bapak Efix Mulyadi - Kurator Bentara Budaya

Pameran 100 tahun Pak Koentjaraningrat, menghadirkan sosok utuh beliau, terlihat dari karya seni, koleksi, dan juga berbagai piagam penghargaan yang didapatkannya. Ibu Sita Satar, salah satu anak Pak Koen menyampaikan bahwa, tidak banyak yang mengetahui bahwa ayahnya itu adalah seorang penari, selain tugas utamanya sebagai bapak Antropologi Indonesia,  pelukis, dan juga penulis.

(dok. Pribadi) Ibu Sita Satar - Anak Pak Koen dan Ibu Stien


Beliau suka sekali wayang orang, dan memainkan wayang orang juga, pada penutupan acara nanti akan ada pagelaran wayang orang modern yang judulnya 'Gatot Kaca dapat Beasiswa'. Menghadirkan wayang orang bharata yang merupakan dedikasi keluarga besar terhadap Pak Koen yang begitu menjunjung tinggi dunia tari dan pewayangan. 







(dok. Pribadi) Penyerahan plakat kepada para pendukung program


Untuk kalian para penikmat seni tetapi tidak bisa hadir ke Bentara Budaya pada tanggal pameran, bisa akses e-katalog, walau sebenarnya tetap lebih terpuaskan jika melihatnya secara langsung karya dan benda koleksi sang Bapak Antropologi Indonesia.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sikap Teladan dari Perjalanan Karier Politik Mahfud MD

Mahfud MD (dok. Google) Melihat berita yang sedang hangat beberapa waktu ini, santer sekali nama Mahfud MD dikumandangkan. Bukan baru namanya aku dengar, beliau cukup hits di kalangan anak muda. Beberapa kali melihat tayangan pria kelahiran Sampang 13 Mei 1957 ini diwawancara atau mengisi sebuah acara, selalu kagum dengan caranya menyampaikan pesan. Beliau ini jujur dan berani dalam mengungkapkan atau membongkar kasus. Seru sekali, seperti sedang menonton film-film detektif. Tahun 2023, sebentar lagi menuju akhir tahun dan kita akan bertemu dengan 2024. Tahun di mana akan ada pesta rakyat terbesar, iya, pemilihan umum pemimpin negara. Hiruk-pikuknya sudah begitu terasa saat ini. Sejujurnya masih entah soal para bakal calon, masih belum bisa dipastikan siapa saja yang akan maju. Tapi satu yang pasti, hak suara harus tetap digunakan, cuma satu, tapi berarti besar. Salah satu bakal calon sudah diumumkan, pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD. Siapa yang enggak tahu mereka? Sudah seperti

Begini Liburan yang Menakjubkan dan Nyaman

Enggak terasa kayaknya tahun baru 2017 baru kemarin, eh, sekarang sudah menjelang liburan akhir tahun, ya. Temans mau ke mana saja, nih? Sudah rencana liburan ke suatu tempat? Atau mau di rumah saja dan mengunjungi lokasi terdekat? Tapi pasti sudah banyak yang persiapan ke luar kota atau ke luar negeri. Kalau aku, sih, masih pilih liburan di dalam negeri saja, punya passport sudah dua tahun dan masih bersih. Hmmm. Bebas, ya, mau liburan di mana saja dan ke mana saja asalkan sama kamu, iya kamu. Uwuwuw.

Perempuan Tangguh untuk Asian Games 2018

Difotoin: Utie Adnu "Terserah kamu, deh, lakukan saja yang kamu mau. Hidup kamu, kan, kamu yang jalanin dan rasakan semuanya." "Iya, sih, tapi, kan, enggak semua orang..." "Udah, ya, selesai. Cukup, aku enggak mau tahu lagi, ini yang terakhir aku ingatkan kamu."