Entah berapa kali aku mendengar mereka mengatakan, “Enak, ya kerjaan lo, bisa di kerja di mana aja, kapan, aja, sambil rebahan pun bisa.”
Sampai-sampai ada yang berpesan pada anaknya seperti ini, “Sayang,
kamu nanti kalau sudah besar, kerjanya seperti Tante Widya aja, lagi ngobrol
begini aja dia bisa sambil cari cuan, tuh.”
Terus bagaimana aku menanggapi? Ya, senyum-senyum saja tanpa
menjelaskan apapun. Karena, kan rumput tetangga katanya terlihat lebih hijau. Hahaha.
Biar mereka melihat betapa nyamannya rerumputan di tamanku, di balik itu semua
ada risiko yang harus aku tanggung. Namanya juga risiko, bisa terjadi, bisa
juga tidak, hanya saja emmang kemungkinan besar akan terjadi.
Akan aku jelaskan, risiko apa saja yang akan aku hadapi
dengan pekerjaan yang screen time-nya lebih dari delapan jam ini. Bukan hanya
laptop, tetapi ponsel, yang hanya terlepas jika sedang mandi, makan, tidur, dan
berbincang tatap muka.
Sini, aku kasih tahu bahaya yang harus siap dihadapi.
1. Kesehatan Mata
Lensa terbaik di dunia adalah lensa mata, paling cepat fokus
saat berpindah objek. Mata yang sehat membuat kita menikmati keindahan lukisan terasa
lebih menyenangkan. Lensa yang satu ini juga perlu dirawat, kalau enggak ya
sulit jika sudah mulai terganggu, enggak semudah lensa kamera yang kalau sudah
tidak bagus hasil tangkapannya tinggal dibuang dan beli di tokonya.
Salah satu risiko yang harus dihadapi oleh pekerja seperti
aku ini, screen time lebih dari delapan jam sehari, mata lelah sudah pasti. Sesekali
istirahat dan menatap selain layar gawai. Alahmdulillahnya sampai saat ini aku
belum membutuhkan bantuan kacamata, dan diusahakan memang mata mendapatkan
jatah istirahatnya dengan baik, juga dari asupan makanan yang bernutrisi.
2. Pola Tidur
Tidak jarang inspirasi datang di malam hari, saat pada
umumnya manusia tertidur, aku malah baru memulai pekerjaan, baru mulai
merangkai kata-demi kata di tengah malam. Bukan keinginan, jika bisa, sejak
siang hari saja semua ide muncul, sayangnya semakin sepi, semakin mendukung
otak untuk menemukan hal-hal menarik. Jika sudah seperti ini, tidak mungkin
hanya menghabiskan waktu dalam hitungan menit, ya bisa sih dihitung menit,
120-180 menit misalnya, kan. Hehehe.
Bukan sekadar tidur delapan jam sehari, tetapi lebih penting
di waktunya, malam adalah saat terbaik untuk tubuh beristirahat, tapi otakku
malah bekerja dengan sangat lincah di tengah malam hingga dini hari. Risiko
kesehatannya pun sudah jelas, banyak orang tahu pun. Inilah yang masih sulit
sekali untuk diubah.
3. Saraf kejepit
Coba dicek, apakah posisi tulang belakang kita sudah benar
saat menatap layar ponsel? Saat menatap layar komputer atau laptop? Sudah tegakkah
saat duduk? Ketika membaca tulisan ini melalui layar komputer apakah posisi layar
dan mata sudah sejajar? Jika membaca dari layar ponsel, apakah masih menunduk?
Sepertinya, sih lebih banyak yang tidak terlalu
memperhatikan posisi tulang belakang, karena tidak merasakan apa-apa atau belum
lebih tepatnya. Dari kebiasaan itu bisa memicu yang namanya saraf kejepit. Biasanya
tidak sadar kalau rasa sakit di sekitar leher atau punggung bawah itu karena
saraf kejepit.
Penyakit ini juga jadi risiko buat para pekerja seperti aku,
apalagi kalau yang posisi duduk suka seenaknya, tidak tegak. Posisi layer gawai
ada di bawah atau sejajar dada, sudah pasti kita akan menatapnya dengan posisi
menunduk. Saraf kejepit di leher akan menjalar ke area lengan, lho, dan saraf
kejepit di punggung bisa menjalar ke kaki, susah untuk berjalan karena ada rasa
nyeri yang ditimbulkan. Akibatnya adalah produktivitas akan menurun, karena gerakan
jadi terbatas.
Penyebabnya apa saja sih?
Lebih jauh tentang saraf kejepit, aku dapat penjelasannya
dari dr. Ajiantoro, Sp.OT(KSpine), dokter ahli di Rumah Sakit Premier Bintaro.
Beliau memaparkan semua tentang saraf kejepit dan Teknik pengobatan terkini
yang dimiliki oleh RSPB.
dr. Ajiantoro, Sp.OT(KSpine) RSPB (dokpri) |
Saraf kejepit itu bisa disebabkan oleh:
- Tidak sengaja cedera
- Postur tubuh yang tidak baik
- Reumatik arthritis pergelangan tangan
- Berat badan berlebih
Saraf kejepit banyak terjadi pada usia produktif, sekitar
80% populasi mengalami minimal satu kali selama hidupnya. Guys, ingat-ingat,
guys, apakah kalian masuk ke dalam 80% tersebut? Hahaha, aku kayaknya iya, jadi
seperti remaja jompo. Sesekali gerain badan kalau habis duduk lama, biar enggak
kaku, persis kayak programnya kemenkes yang terapkan pola hidup CERDIK itu.
Saraf kejepit bisa diobati? Tentu saja, Bestie!
Dan, pengobatan saraf kejepit itu enggak harus operasi, tergantung dari kondisinya, makanya butuh diagnosa dan indikasi yang tepat, baru deh bisa ditentukan cara pengobatannya. Untuk mendiagnosa bisa dengan USG, X-ray, CT scan, MRI, dan BMD. RSPB punya teknologi terbaru untuk melakukan pindai MRI, dan baru dia yang punya di seluruh rumah sakit area Tangerang Selatan, namanya itu MRI 3.0 Tesla, dengan alat terbaru ini dokter bisa lebih tepat dan cepat dalam menangani pasien, karena memiliki teknologi deep learning sehingga kualitas gambar yang dihasilkan sangat tinggi dan prosesnya hanya 15 menit bahkan bisa lebih cepat jika kondisi darurat. Keunggulan lain dari MRI 3.0 Tesla adalah dengan dua ultrasonography, lingkaran pada seri terbaru ini juga lebih besar 10cm, sebelumnya hanya 60cm.
MRI 3.0 Tesla (dokpri) |
Penanganan saraf kejepit harus tepat, jika tidak hanya akan
membuat rasa sakit berkepanjangan. Untuk penanganan saraf kejepit yang tanpa
operasi bisa dengan diet, memperbaiki pola hidup dan aktivitas harian, bed rest
sat timbul rasa nyeri, menghindari Gerakan yang bisa menimbulkan rasa neri,
konsumsi obat anti nyeri, radang, dan vitamin, juga bisa dengan rehabilitasi
medik.
Untuk pengobatan dengan operasi ada yang namanya tindakan minimal
invasif, dimana dokter hanya membuat sayatan kecil untuk memasukkan alatnya
saja, dengan teknik tersebut pasien lebih cepat pulih dan beraktivitas normal,
selain mengurangi risiko infeksi pun meminimalisir perusakan jaringan dan stres
pada tubuh. Bagi pasien lansia ini menjadi metode yang sangat baik dan hanya
membutuhkan waktu 6-12 jam setelah operasi dilakukan.
Oh, ya, dulu personal trainer aku bilang, “Kalau mau ambil
barang di bawah, jangan langsung membungkukkan badan, bahaya, harus lutut yang
ditekuk, dan posisi tulang belakang hanya sedikit membungkuk.” Ternyata ini,
lho, menghindari saraf kejepit.
Darby (dokpri) |
Kenalin, ini Darby, robot rusa yang siap di lobby, bisa
membantu pasien untuk mengetahui informasi jadwal praktek dokter, atau menemani
di ruang tunggu dengan memutarkna musik. Lobby RSPB cukup luas karena konsepnya
terbuka, di lantai satu ada layanan pendaftaran, bagian farmasi untuk menebus
obat, skin clinic and laser bisa untuk hilangkan tato dan tanda lahir. Medical
check up untuk keperluan apply visa ke New Zealand, Amerika, Inggris,
Australia, dan Kanada.
Petunjuk lantai (dokpri) |
Untuk pengantar, atau penunggu pasien bisa sambil jajan di area
taman lantai satu, lokasinya agak ke belakang dekat dengan klinik anak. Ada
beberapa tenant yang menjual makanan, dan ada fasilitas untuk mengisi daya
baterai juga di sana.
(dokpri) |
Klinik Anak RSPB (dokpri) |
Taman kecil di lantai 1 RSPB (dokpri) |
RSPB ini punya 205 bed yang terbagi pada beberapa ruang:
- Ruang Cendrawasih
- Ruang Merak
- Ruang Camar
- Ruang Kutilang
- Ruang Merpati
- Ruang Pinguin
- Ruang Walet
Suite B (dokpri) |
Super VIP (dokpri) |
Oke, buat siapa pun yang punya rasa nyeri saraf otot yang
enggak wajar, langsung cek ke dokter saja agar tepat diagnosa dan
penanganannya. Saraf kejepit ini tidak menyebabkan kematian, tetapi ke
produktivitas yang menurun, karena seperti yang aku katakan sebelumnya, gerak
menjadi terbatas.
Nah, itu lah kira-kira garis besar dari risiko rumput
tetangga yang lebih hijau ini, saudara-saudara. Gimana? Masih merasa rumput
halaman rumahku lebih hijau? Tidak ada rumput pun aslinya. Hahaha.
Thanks for sharing, I think this is a very meaningful article
BalasHapus