(dokpri) |
Tanggal 24 Maret 2018 kemarin aku ke JCC Hall A dan B, pagi menjelang siang sudah ramai. Lagi ada pameran yang diselenggarain Telkom Craft dan Blanja.com dari tanggal 22-25 Maret 2018. Dari pintu masuk, ituuu ya ampuuun, aroma Indonesia bangeeettt, jajaran kain-kain ciri khas daerah di Indonesia.
Pas masuk, sebelah kanan ada seorang ibu lagi buat kain pakai alat tenun tradisional. Si ibu ada di dalam barrier gitu, jadi beliau kayak pajangan-pajangan yang enggak boleh disentuh. Tapi, ya, karena unik, tetap saja aku gantian foto-foto sama Mas Awan dan Bu Gita. Kapan lagi, ya, kan. Hahaha. Si ibunya juga enggak keberatan.
Selain kain-kain, ada golek atau wayangan juga, ada yang sudah ditempeli tulisan SOLD. Emang bagus-bagus banget kalau untuk pajangan di rumah, ukurannya itu besar enggak kayak yang kecil buat oleh-oleh.
(dokpri) |
Terus pas masuk ke dalam lagi, disambut booth-booth UKM, yup, UKM asli Indonesia. Kemarin ramai tapi enggak padat, masih leluasa lah buat keliling. Ada berbagai kain nusantara, aish, aku pengen ini itu tapi ndak punya yang buat beli. Hiks.
Aku keliling, keluar-masuk liat booth kanan-kiri, cuma bisa istighfar. Hahaha. Ada 400 booth di sana, ada pernak-pernik aksesoris fashion, ada pernak-pernik pajangan di rumah, berbagai pakaian dari kain nusantara, lembaran kain utuh, dan makanan produk-produk UKM.
(dokpri) |
Aku keliling hall A dan B, menjelajah setiap lorongnya, lumayan lelah, lelah kaki dan lelah harus menahan hasrat biar enggak kalap. Hahaha. Yang aku ingat banget itu booth kaos kaki dari serat bambu, itu emang adem sih kata Mas Uwan bahannya, dia enggak ada di sana, tapi aku ingat kita pernah bahas kaos dari serat bambu.
Terus ada Brownies renyah milik Chitra Juniasyahri, bentuknya tipis dan patahan gitu UKM dari Bogor. Eh, itu, ya pokoknya isinya produk se-Indonesia, ada yang ciri khas, ada yang memang karena pemilik UKM tinggal di salah satu daerah, kayak Brodo di Bandung dan Salawase Bag di Solo.
(dokpri) |
Dari ratusan booth, aku menghampiri booth UKM Kain Ikat Dayak Kalimantan. Kelihatannya biasa, tapi kok ya aku tertarik, kuhampiri si Bapak penjaja kain, terus aku langsung beli kain yang ukuran tiga atau empat jari, warna merah. Selama memilih motif dan warna, aku tanya-tanya ke si Bapak, ceritanya interview. Penjualnya ini Bapak Lusia Petrus Baruna beliau asli Kalimantan dan usahanya itu juga di Kalimantan, yang buat kain-kain itu istrinya dan beberapa pegawai ibu-ibu. Dalam satu bulan, para pegawai bisa memiliki penghasilan sebesar 3 sampai 4 juta rupiah. Kain ikat dayak ini dari benang biasa, cuma beda di pewarnaan, ada yang alami dan ada yang kimia.
Punyaku yang kimia, pokoknya yang warnanya cerah-cerah itu berarti kimia, kalau yang alami biasanya yang warnanya agak kusam dan enggak mentereng, karena pewarnaannya dari daun, akar, atau buah. Selain warna, motifnya juga beda-beda, enggak ada makna tertentu, yang aku beli motif bambu kurung, deh, kalau enggak salah, pokoknya yang dijual di JCC itu ada 50 motif dari ratusan motif yang ada.
Kain ikat ini ada yang seukuran lebar dua jari sampai ukuran selimut satu orang, kayak yang aku pake ini, nih, dan ini pewarnanya alami, harganya sekitar Rp 1.800.000 dan yang aku beli harganya Rp 50.000 ya, jauh banget, kan. Hihihi. Kain ikat yang besar, dalam sebulan bisa dihasilkan 2 lembar.
Kanan: Bapak Lusia |
Untuk ukuran, sih, bisa custom, ya, sesuai pesanan maunya kayak gimana motif juga warnanya. Kain ikat Pak Lusia ini enggak cuma ada di Kalimantan, tapi penjualannya sudah mencapai Belanda dan Amerika. Bedanya dengan Indonesia adalah, peminat di luar negeri lebih memilih yang pewarnaan alami.
Penjualan kain ikat ini ada online dan offline, lagi-lagi kendala sinyal internet yang membuat Bapak Lusia lebih fokus ke penjualan offline ke wisatawan yang datang ke sana. Bisa dibeli online, tapi harus sabar, karena tidak bisa respon cepat, kalau mau online, belinya di Blanja.com.
Di dalam hall ada panggung utama, untuk sesi talkshow terkait Blanja.com, Telkom Craft, dan UKM. Di atas aku sebut Brodo dan Salawase Bag, jadi tuh Mas Yuka pemilik Brodo dan Mas Mamo pemilik Salawase Bag jadi pembicara bersama CEO Blanja.com Pak Aulia Ersyah Marinto.
Bapak Aulia Ersyah Marinto - CEO Blanja.com |
Awal terbentuk brand 'kaldu ayam' itu karena Mas Yuka yang kesulitan cari sepatu. Hah? Kaldu ayam? Iya, Brodo itu bahasa Italia yang artinya kaldu ayam. Hahaha. Nah, kaki Mas Yuka ukuran 46 kalau beli sepatu lokal susah banget, di Bandung hampir enggak ada, adanya di Jakarta dan harganya bikin manyun. Dari situ lah akhirnya Mas Yuka membuat sepatunya sendiri tahun 2011.
Mas Yuka - Owner Brodo |
Brodo awalnya dijual online, soalnya enggak punya modal buat sewa toko offline, jadilah kamar kos dijadikan gudang, terus diomelin ibu kos karena yang beli pada ke kosan, hahaha. Setelah itu baru buat yang offline, karena brand udah dikenal juga, jadinya semacam sudah punya jaminan gitu, kan.
Untuk membuat citra produk yang baik, Brodo ini layanannya luar biasa, misalnya ya beli sepatu ukuran 43 terus pas barang sampai dan dicoba enggak tahunya sempit, kita bisa balikin ke Brodo minta tukar, daaannn semua biaya kirim bolak-balik itu ditanggung Brodo. So, aman buat orang kayak aku yang sering enggak yakin beli alas kaki online. Huhuhu.
Kalau Salawase Bag mulai di 2014 dan di Solo, Salawase itu bahasa Jawa artinya Selamanya, penjualannya offline-nya juga ada tapi di Solo karena Mas Mamo, kan, domisilinya Solo. Ceritanya istri Mas Mamo suka koleksi kain nusantara, terus muncullah ide untuk bikin tas pakai kain-kain itu. Walau kesulitan di awal adalah sulitnya mencari penjahit yang bagus, Mas Mamo enggak nyerah dan bisa mendapatkan vendor khusus untuk menjahit, desain dan bahan semuanya dari Mas Mamo.
Mas Mamo - Owner Salawase Bag |
Mas Mamo nih juga jual tasnya di Blanja.com, misalnya yang pengin beli ada di ujung Sumatera, jauh banget kalau harus ke Solo, bisa beli tas Salawase Bag di Blanja.com. Adanya Blanja.com ini menjadi salah satu cara pemasaran yang lebih luas. Untuk menjangkau target pasar yang lebih luas, promosi yang efektif harus dengan cara digital,dan Blanja.com menjadi salah satu solusinya.
Telkom Craft adalah tempat untuk para UKM berada di offline dan online. Sebanyak 400 UKM yang ada di pameran itu bisa kita temukan di Blanja.com yang merupakan langkah awal Telkom Craft mengajak UKM memperluas pasar digital.
Sudut bermain (dokpri) |
Digital bisa sangat membantu UKM, namun yang menjadi tantangannya adalah UKM harus punya pengetahuan yang cukup tentang kemandirian digital, bisa membuat foto yang menarik, deskripsi produk yang menjual, dan selalu mengunjungi toko online-nya jangan ditengok kadang-kadang kalau ingat.
Kalau mau cari produk-produk UKM di Blanja.com bisa pakai aplikasi android, di laman pertama itu ada "asli indonesia", nh, di sanalah produk-produk UKM asli Indonesia berkumpul. Blanja.com selain mengajak UKM untuk bisa beradaptasi dengan zaman, juga memudahkan kita yang ingin mencari barang-barang yang dibutuhkan dengan lebih efisien.
(dok. ISB) |
Capek keliling booth, tapi cukup puas dengan apa yang didapatkan walau sebenarnya nggak puas karena masih banyak yang ingin di ketahui...
BalasHapusIya, Yah, bener banget
HapusSeru ya kak, bisa jalan-jalan gini mah.. bagus-bagus loh fotonya
BalasHapusHo oh, makanya laper mata
HapusSi Om sering kesulitan cari sepatu utk ukuran kakinya. Wah bisa coba nih hunting di Brodo, sptnya bisa jd solusi yg tepat. Senang deh klo lebih bnyk lg pihak yg peduli dg perkembangan UMKM tanah air.
BalasHapusKaaannn kan kan banyak yg stres sama ukuran sepatu
Hapusaku juga tertari sama kain dayak itu tapi yagitu deh... harganya lumayan hahaha... nabung dulu ntar beli lewat blanja.com aja
BalasHapus