Langsung ke konten utama

Generasi Emas Bebas Stunting, DImulai dari Persiapan Orang Tua


Beberapa waktu lalu aku jadi peserta webinar di salah satu platform penyedia jasa video meeting. Selama pandemic ini, enggak tahu sudah berapa banyak webinar yang aku ikuti, malah kadang ada yang sampai lupa jadwalnya karena lupa enggak langsung dicatat. Hahaha.

Webinar kali ini tentang kesehatan, temanya itu “Siap Menjadi Ibu Pencetak Generasi Emas Bebas Stunting”, lebih spesifiknya lagi bahas terkait konsumsi Susu Kental Manis atau SKM. Heeuuwww, SKM itu bukan susu, ya, saudara-saudara sebangsa dan setanah air. Sampai akhir, aku akan bagikan apa yang dibahas dalam webinar yang dimoderatori oleh Kang Maman Suherman.

Dr. dr. TB Rachmat Sentika, Sp.A., MARS. (dok. Pribadi)

Dr. dr. TB Rachmat Sentika, Sp.A., MARS. Beliau dokter anak di salah satu RS swasta di Jakarta. Pernah ketemu sekali di RS tempatnya bertugas. Sungguh, ‘ku langsung terkesima dengan kharismanya, beliau itu dokter anak sejati, cara ngomongnya enak banget, kalem, sabar, lembut. Aku yang bukan anak-anak saja bisa merasakan itu. Oh ya, silakan hubungi beliau di 0811 831 838.

Lanjut, biasanya kita dengar 1000 hari pertama kehidupan, adalah masa keemasan dalam mempersiapkan tumbuh kembang anak. Terus yang jadi poinnya adalah, 1000 hari bukan dihitung sejak lahir, tapi sejak dalam kandungan sampai anak usia 2 tahun. Hitungan tepatnya itu 270 hari dalam kandungan, dan 730 hari sejak lahir. Makanya asupan makanan untuk ibu hamil itu jadi perhatian penting, enggak sedikit ibu hamil yang asupannya cuma yang penting makan kenyang.

Satu lagi, nih, disuruh minum susu, tapi bukan susu beneran, malah SKM yang diminum. Setelah anaknya lahir, ikutan deh dikasih SKM juga, padahal itu warnanya doang yang kayak susu, rasanya ya air gula. Secara, kan kandungan glukosanya lebih dari 50%. Untuk yang pernah minum SKM pasti kebayang banget, kan rasanya kayak apa?! Manisnya gimana gitu. SKM enggak boleh digunakan untuk pengganti susu.

Dr. Tria Astika Endah Permatasari, SKM., M.Kes PP Aisyiyah
(dok. Pribadi)

So, kalau dari awal saja urusan gizi masih asal, yang penting kenyang, efeknya ini jangka panjang, salah satunya stunting, seperti yang dijelaskan Dr. Tria Astika Endah Permatasari, SKM., M.Kes. PP Aisyiyah, bahasan stunting itu rasanya enggak selesai-selesai, tapi memang harus di-up terus, untuk dijadikan pengingat setiap saat untuk setiap orang, bukan hanya orang tua, tapi juga calon orang tua, dan mereka yang terlibat pengasuhan anak.

Kejadian stunting itu banyak banget, di Indonesia angkanya menurun, tapi tetap masih terhitung tinggi. Dari setiap 3 orang anak, ada 1 anak yang stunting. Nah, kan, kira-kira 30% anak mengalami stunting.  Stunting itu bukan penyakit yang tiba-tiba datang, tapi ini butuh proses, dan enggak sebentar, Kawan. Ya, itu tadi, erat hubungannya sama asupan gizi ibu selama kehamilan. Stunting bukan sekadar tubuh yang pendek, kalau pendek, sih bisa saja dari genetik, karena kan ada yang tubuh pendek tapi kecerdasan intelektualnya enggak terganggu. Tapi kalau stunting itu gabungan yang jelek-jelek, selain pendek, kurus, terus kecerdasan intelektual si anak juga rendah, panjang lagi, nih nantinya bisa pengaruh ke psikologis.

Stunting, kurus, dan gizi buruk itu berbeda, masing-masing penyebab dan cara penangannannya juga beda. Selain masalah jumlah gizi yang masuk ke tubuh, ternyata kalau cara pengolahannya salah, tetap saja gizi si makanan itu enggak terserap dengan baik oleh tubuh, bahkan terbuang karena kita enggak ngerti bagaimana seharusnya mengolah suatu bahan makanan.

Dr. Tria kasih tahu cara mengolah bahan makanan yang baik, disebut 3SC:

  • Select - Pastikan bahan pangan segar, berkualitas, bebas segala bentuk cemaran, baik itu pencemaran fisik, kimia, maupun mikrobiologi.
  • Clean - Bersihkan bahan pangan dan peralatan pengolahan pangan.
  • Separate - Pisahkan bahan pangan nabati dan hewani.
  • Cook - Pilih teknik memasak sesuai dengan tahapan usia balita.
  • Serve - Sajikan dengan kreativias dan cinta kasih.
  • Chill - Simpan bahan pangan dalam pendingin, atur suhu penyimpanan.

Dan, ini aku beneran baru tahu, makanan kalau direbus, minum juga airnya, karena di air rebusan itu ada kandungan lain dari si bahan makanan itu, misalnya rebusan bayam, sayur-sayur itu, ya. Karena kalau dipikir-pikir seperinya enggak semua yang direbus bisa kita konsumsi airnya. Terus, kalau airnya enggak diminum, baiknya dikukus, bukan direbus, kayak jagung, ubi, kentang, singkong, dan lain sebagainya. Pancinya juga ditutup supaya uapnya enggak keluar, lagi pula biar aman, takutnya ada sesuatu yang jatuh ke dalam panci.

Soal asupan gizi, ada masalah lain, nih, orang tua sudah memberikan makanan yang baik untuk tumbuh kembang, tapi si anak enggak doyan, enggak mau makan, karena enggak suka rasanya. Biasanya anak-anak sukanya daging-daging saja, susah untuk makan sayur. Tapi, ya menurut aku, itu balik deh ke kebiasaan orang tau kasih makan dia dari awal perkenalan. Dikasihnya yang hewani terus, dan rasa-rasa yang gurih, pas ketemu rasa nabati, lidahnya auto menolak. Hahaha. Yah di sebagian kasus lah, ya.

Kalau anak enggak mau makan sayur, atau kalau makan itu diemut doang, enggak ditelan-telan, jangan dimarahin, baiknya ditanya, kenapa dia melakukan itu. Karena mungkin si anak takut untuk bilang langsung. Kalau si anak sudah cerita, coba ajak cari solusi, karena ini banyak juga kemungkinannya. Bisa saja si anak enggak suka rasa sayurnya, atau enggak suka rasa olahannya, atau mungkin dia sedang menunjukkan protes akan suatu hal. Yash, bahasan yang berbeda lagi ini.

Terus, lanjut ke makanan tadi, misal si anak mau menghabiskan makanan sehat yang diberikan, kasih pujian dan apresiasi, Apresiasinya bukan sekadar bikin senang, tapi harus sekalian yang edukatif, misalnya diajak renang, ke kebun bunga, taman kota, atau kebun binatang. Jadi mereka bisa sambil belajar banyak hal.

Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S.Psi. (dok. Pribadi)

Orang tua juga sambil menyenangkan diri, ikut jalan-jalan jadinya, kan. Hahaha. Soalnya kata Mbak Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S.Psi. yang seorang Psikolog Anak dan Remaja, bilang kalau banyak banget ibu atau orang tua yang cuma ngurus anak doang, dan lupa mengurus diri sendiri. Ya, bisa lupa, atau enggak sempat kali, ya, ya entah Aku belum tahu rasanya. Ehe ehe ehe.

Karena, ya memang banyak banget, kok orang tua yang sibuk urus keluarga dan sampai enggak terlalu mementingkan dirinya sendiri, yang penting kasih yang terbaik untuk anaknya. Padahal enggak gitu juga, kalau orang tua self care-nya baik, pengaruh juga ke kebahagiaan mengurus anak dan keluarga, menular deh ke anak kebiasaan self care-nya. Kalau hanya fokus urus anak, belum tentu juga lho anak merasa dapat yang terbaik. Balik itu tadi, kalau orang tuanya enggak bahagia, gimana kasih sayang yang tulus bisa sampai ke anak?! Eaaa eaaa eaaa, hamba mulai sotoy.

Sebelum nikah, persiapan yang pertama kali itu siap mental. Untuk menerima kenyataan bahwa, kalian akan mengalami perubahan fisik. Entah lebih bagus atau berubah sementara dan kembali ke awal. Tergantung bagaimana usaha dan self care kita. Fokus urus anak, bukan berarti abai mengurus diri sendiri. Tahu yang namanya me time? Nah, itu bukan sekadar haha hihi hangout sama teman, tapi manfaatkan semaksimal mungkin untuk memanjakan diri.

Ratu Anandita (dok. Pribadi)

Komunikasi jangan lupa, itu harusnya setiap saat, enggak putus komunikasi antara suami dan istri. Ratu Anandita yang sibuk urus 3 anak juga tetap segalanya diobrolin sama suami. Hal yang terlihat sepele juga bisa jadi jalan komunikasi antar pasangan, tapi ya tetap enggak “sampah” juga bahan obrolannya. Kualitas komunikasi itu penting antara suami-istri, saling ungkapkan apa dan bagaimana. Untuk yang lagi hamil, biar enggak stress, sharing apa saja yang terjadi dan dialami, diskusi apa saja, buka komunikasi.

Kira-kira begitu yang perlu disiapkan untuk jadi Ibu Pencetak Generasi Emas Bebas Stunting. Iya, sampai ke psikologi, karena memang efeknya jangka panjang dan semua yang aku tulis di atas itu saling terkait. Eits! Jangan lupa, pasangan adalah persiapan yang palling utama. Kalau pasangannya enggak ada, ya mimpi aja teruuusss. Hahaha.  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sikap Teladan dari Perjalanan Karier Politik Mahfud MD

Mahfud MD (dok. Google) Melihat berita yang sedang hangat beberapa waktu ini, santer sekali nama Mahfud MD dikumandangkan. Bukan baru namanya aku dengar, beliau cukup hits di kalangan anak muda. Beberapa kali melihat tayangan pria kelahiran Sampang 13 Mei 1957 ini diwawancara atau mengisi sebuah acara, selalu kagum dengan caranya menyampaikan pesan. Beliau ini jujur dan berani dalam mengungkapkan atau membongkar kasus. Seru sekali, seperti sedang menonton film-film detektif. Tahun 2023, sebentar lagi menuju akhir tahun dan kita akan bertemu dengan 2024. Tahun di mana akan ada pesta rakyat terbesar, iya, pemilihan umum pemimpin negara. Hiruk-pikuknya sudah begitu terasa saat ini. Sejujurnya masih entah soal para bakal calon, masih belum bisa dipastikan siapa saja yang akan maju. Tapi satu yang pasti, hak suara harus tetap digunakan, cuma satu, tapi berarti besar. Salah satu bakal calon sudah diumumkan, pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD. Siapa yang enggak tahu mereka? Sudah seperti

Begini Liburan yang Menakjubkan dan Nyaman

Enggak terasa kayaknya tahun baru 2017 baru kemarin, eh, sekarang sudah menjelang liburan akhir tahun, ya. Temans mau ke mana saja, nih? Sudah rencana liburan ke suatu tempat? Atau mau di rumah saja dan mengunjungi lokasi terdekat? Tapi pasti sudah banyak yang persiapan ke luar kota atau ke luar negeri. Kalau aku, sih, masih pilih liburan di dalam negeri saja, punya passport sudah dua tahun dan masih bersih. Hmmm. Bebas, ya, mau liburan di mana saja dan ke mana saja asalkan sama kamu, iya kamu. Uwuwuw.

Perempuan Tangguh untuk Asian Games 2018

Difotoin: Utie Adnu "Terserah kamu, deh, lakukan saja yang kamu mau. Hidup kamu, kan, kamu yang jalanin dan rasakan semuanya." "Iya, sih, tapi, kan, enggak semua orang..." "Udah, ya, selesai. Cukup, aku enggak mau tahu lagi, ini yang terakhir aku ingatkan kamu."