Musik semacam jadi bagian dalam keseimbangan hidup, enggak
setuju pun tak apa, anggaplah ini hanya aku. Eheheh. Tahun ini beberapa kali aku menikmati
persembahan musik dalam bentuk konser, entah grup band di lapangan terbuka atau
konser yang dibuat secara khusus di suatu acara. Awal tahun 2019 akan ada
konser pertama yang aku tahu itu konsernya Ananda Sukarlan.
Beliau membuat konser dengan mengaransemen karya Ismail Marzuki. Kenapa? Karena
Ananda Sukarlan mengagumi karya almarhum dan juga ingin membawa musik Indonesia
ke ranah internasional. Ini bukan yang petama sebenarnya, Ananda Sukarlan
sudah memperkenalkan musik rasa Indonesia di Rapsodia Nusantara sejak 2006 dan sampai
saat ini sudah sampai Rapsodia Nusantara 21. Isinya lagu-lagu Indonesia yang
teksnya dihilangkan dan dikemas dalam musik klasik.
(Ki-ka): Charles Bonar Sirait - MC, Nita Kartikasari - CEO Lumina Karya Indonesia, Rachmi Aziah - Putri Ismail Marzuki, Ananda Sukarlan - Musisi (dok. Pribadi) |
Balik ke acara konser yang hendak digelar tahun depan, konser
ini akan disajikan dalam bentuk orchestra, “Melodi Ismail Marzuki adalah melodi
paling indah yang pernah tercipta.” Begitu sepenggal alasan mengapa lagu-lagu
Ismail Marzuki yang dipakai.
Ananda sangat menyadari bahwa pendidikan musik di Indonesia
masih sangat jauh jika dibandingkan dengan di luar negeri, makanya beliau
meminta para musisi Indonesia yang di luar negeri untuk kembali pada Indonesia.
Diantara mereka adalah Anthony Hartono pianist yang tinggal di Finlandia, Finna
Kurniawati violist yang baru lulus dari pendidikannya di China. Jessica Sudarta
harpist yang berkarier di Amerika, Mariska Setiawan dan Aryo Widhawan
masing-masing adalah soloist dan tenor, mereka orang Surabaya yang belajar di
Salzburg, tempat lahirnya Mozart.
Bukan tanpa alasan Ananda Sukarlan menggandeng para
millennials tersebut. Ananda ingin mereka yang sedang di luar negeri mau
kembali ke Indonesia, tidak “nyangkut” di luar negeri saja. Agar mereka tahu
kalau bisa, lho, kerja di Indonesia atau kerja untuk Indonesia lah minimal.
Jangan sampai mereka kuliah, tinggal dan bekerja di luar negeri tapi enggak
tahu tentang budaya Indonesia.
Pria yang tinggal di Santander Spanyol ini yakin sekali
bahwa musik Indonesia bisa dibawa ke luar negeri, walau teks lagunya pakai
bahasa Indonesia, itu enggak akan memengaruhi selera musik, karena bahasa musik adalah bahasa universal. Menyajikan konser full music yang dikemas dengan musik klasik, jika musik Indonesia sudah dikenal dunia, bisa dibawakan oleh siapa
saja, yup, semacam Proxy war, musisi di seluruh dunia bisa memainkan musik itu, mereka bisa ikut promosikan Indonesia melalui musik klasik ini.
“Mereka tidak mengerti bahasa Indonesia, tapi mengerti
melodinya, jadi itu yang dinikmati.” Menurut Ananda Sukarlan kita punya bahan baku
yang bagus dalam musik, bisa dijadikan alat untuk mengenalkan budaya Indonesia
dengan cara mengemasnya sedemikian rupa, baru dibawa ke penikmat musik dunia.
Lagu-lagu karya Ismail Marzuki yang akan dibawakan nanti
diantaranya itu Melati di tapal batas, Indonesia pusaka, Selendang sutera,
Wanita, Gugur bunga dan Halo-halo bandung yang persembahannya dijadikan satu. Katanya, nih, di konser yang akan
terselenggara pada 13 Januari 2019 ini bakalan ada yang beda. Akan ada selingan
berupa tarian diiringi musik balet dengan cerita rakyat Malin Kundang dengan
durasi sekitar 14 menit. Ini, tuh, tujuannya membuat musik balet yang sangat Indonesia.
Konser yang mengusung tema Millennials Marzukiana ini sengaja
mengajak para millennials untuk tampil dalam konser seperti yang sudah aku
sebutkan di atas. Ananda Sukarlan sendiri merasa tidak sulit mengenalkan mereka
sosok Ismail Marzuki, umumnya semua orang termasuk aku tahu dari adanya TIM di
Cikini. Walau sejujurnya karyanya banyak yang aku enggak tahu, cuma tahu kalau
beliau pencipta lagu, tapi enggak tahu terlalu banyak lagunya apa saja, mungkin
baru bilang “Oh” ketika mendengar lagunya yang cukup familiar.
Rachmi Aziah putri dari Ismail Marzuki mengatakan bahwa, sehabis
menciptakan lagu, ayahnya itu selalu meminta sang ibu untuk menyanyikannya
pertama kali, apakah lagu tersebut layak untuk ditampilkan atau tidak. Ibu Rachmi
Aziah sendiri mengharapkan semoga generasi muda Indonesia bisa dan mau
melestarikan karya Ismail Marzuki. Keluarga Ismail Marzuki enggak keberatan
musiknya dimainkan siapapun dan di manapun selama tidak melanggar hak cipta.
Konser ditujukan bagi keluarga, maksudnya bisa dinikmati
oleh keluarga, nontonnya enggak sendirian atau berdua sama teman, tapi bisa
ajak keluarga, anggaplah sebagai hadiah tahun baru dengan nonton konser musik
klasik. Ciputra Artpreneur, dengan kapasitas 1100 orang akan menjadi saksi
pagelaran konser Millennials Marzukiana.
Seperti kebiasaan para millennials, kalau ada apa-apa maunya
cepat posting di media sosial. Dalam konser nanti, semua penonton diperbolehkan
jika ada yang ingin live instagram atau media sosial lainnya, jadi tetap bisa
update tanpa perlu sembunyi-sembunyi, yang penting tidak menggunakan lampu
flash karena itu mengganggu banget.
Tiketnya katanya mahal, nah, coba, deh, konser artis dari
luar, setiap penjualan tiketnya cepat habis, padahal mahal. Jujur, deh, di
Indonesia harga itu jadi takaran sesuatu bagus atau enggak. Kalau harganya
murah dibilang “ah paling jelek”. Tiket konser ini mulai dari Rp 500.000 sampai
Rp 3.000.000. khusus pembelian sampai 31 Desember 2018 ada diskon 25%, belinya
di Loket.com atau melalui Kaya.ID di nomor telepon +62811 100 2280.
Komentar
Posting Komentar
Hola, siapa pun anda, terima kasih sudah mampir. Semoga anda membacanya dengan seksama dan dalam tempo secukupnya. Sila tinggalkan komentar