Itang Yunasz, Sunita Asmara, Elemwe, Saffron Three, Dinii Fitriyah, Aripin Roni, Zurazarine, Dian Hendra, Zasafina, Titi Arief. Itu deretan nama-nama para pemilik karya di dunia fashion dan hasil karya mereka dipamerkan oleh para model cantik di atas catwalk Indonesia Fashion Week 2018. IFW 2018 diselenggarakan di Plennary Hall JCC dari tanggal 28 Maret - 1 April 2018. Yang diangkat adalah identitas budaya Indonesia.
Salah satu spot foto (dokpri) |
Dari pintu masuk sudah disambut booth-booth fashion, ada beberapa spot foto juga yang keren tapi entah kenapa aku semacam enggak minat, senang saja menikmati pemandangan-pemandangan yang menyegarkan itu. Menuju Hall C dan D, lokasi fashion show yang membuat berdecak kagum dan kasak-kusuk perihal pakaian-pakaian yang ditampilkan.
Namanya fashion show, bajunya pasti keren-keren dan semacam limited edition, kan, ya. Dan, 90% pakaian yang ditampilkan itu emang bagus-bagus banget, 10%-nya ada yang bisa ditoleransi, ada yang enggak banget.
Desainer ke-6 yang tampil itu Dinii Fitriyah, beliau mengeluarkan pakaian-pakain terbaik musim ini. Bercorak batik, selain dari Indonesia, beberapa bahannya ada yang impor dari India dengan harga permeternya sama dengan harga satu gamis umum (uwow).
(dokpri) |
Mouza baru berjalan selama 2 tahun, tepatnya 1 Februari 2016. Mouza digunakan Dinii Fitriyah karena maknanya yang bagus dan dia banget, kenapa enggak pakai nama sendiri? Karena, Mbak Dinii mau ketika beliau sudah tidak ada, Mouza masih tetap berdiri. Brand yang ciri khasnya gamis ini setahun sekali membuat sesuatu yang berbeda untyk para fans-nya, seperti model-model terbaru.
Mbak Dinii sendiri untuk membuat model-model baju Mouza dengan berjalan-jalan, yup, jalan-jalan di mall, buat tahu apa yang sedang trend saat ini, agar bisa memenuhi keinginan pasar. Mouza enggak cuma keluarin gamis, untuk anak-anak ada kaos, untuk remaja ada tunik, tuniknya sendiri baru banget diluncurin dan pastinya laris manis.
Dinii Fitriyah sadar bahwa syari itu enggak selalu identik dengan gamis, bisa pakai tunik atau kulot. Mbak Dinii yang mantan jurnalis itu juga paham kalau lari-lari kejar berita susah banget pakai gamis. Fans Mouza enggak selalu menerima model yang dikeluarkan, sih, tapi ya kembali lagi, kita enggak bisa menyenangkan semua orang, Mouza hanya ingin menjadi teman, bahwa yang tidak pakai gamis pun bisa pakai produk Mouza.
Salah satu pakaian yang ada di booth Mouza (dokpri) |
Mouza ini keren banget, dia enggak pernah buka pre order, selalu sedia stok. Pernah satu kali menyediakan 100 pcs, ternyata habis dalam 10 menit dan terpaksa buka PO. Mouza bisa menjual sebanyak 5000 pcs dalam satu bulan, goookkksss. Bukan masalah harga mahal atau murah, tapi kembali ke kepuasaan konsumennya menggunakan Mouza.
Target pasar Mouza memang menengah ke atas, walau begitu dia punya fans sejati, dalam satu lemari itu isinya brand Mouza. Berarti Mouza sudah sampai segitunya di hati para penggemar. Bahan-bahan pakaian Mouza memang terpilih dan berkualitas, enggak sembarangan yang penting modelnya oke, tapi juga tentang kenyamanan.
Kalau ditanya kenapa Mbak Dini dengan Mouza ini menjual baju? Kenapa enggak produk lain? Alasannya adalah bisa dikirim jauh, enggak rusak kalau dibanting, enggak makan tempat kalau banyak, enggak basi kalau lama, dan enggak pecah. Lalu, diputuskanlah menjual baju karena pertimbangan tersebut.
Setelah ketemu mau jual baju, dipikirin, deh, jual baju apa. Suami beliau kasih masukan, apa yang Mbak Dinii butuhkan tetapi sulit didapatkan. Sooo, Mbak Dini yang dulunya tomboy, hijrahlah pakai gamis tapi susah cari yang bagus dan bahannya nyaman, kemudian beliau membuat sendiri gamisnya lalu dipasarkan.
Dinii Fitriyah (dokpri) |
Pertama kali produksi, Mbak Dinii enggak tahu apa-apa soal model dan jahit-menjahit gamis. Beliau minta sama penjahit yang penting jadi, waktu itu buat 385 potong gamis, targetnya itu terjual 50 potong, eeehhh, ternyata dalam sehari terjual 204 potong. Dari situ, Mbak Dinii mulai lebih serius lagi, desainnya dibuat oleh masternya, lalu revisi oleh Mbak Dinii sendiri, baru dibuat ke pengaturan ukuran baju, pewarnaan, dan terkahir produksi massal.
Dalam sebulan, Mouza mengeluarkan dua sampai tiga model baru, setiap modelnya diproduksi sebanyak 2500 sampai 5000 potong. Melalui tiga kali quality control, jadi hasilnya bisa dipastikan 98% bagus, 2%-nya ada satu atau dua potong yang kurang bagus.
Kenapa harus beli dan pakai Mouza? Karena Mouza bukan sekadar gamis syari, tetapi Mouza adalah teman hijrah, kebanggaan, dan konsumen Mouza adalah keluarga. Mouza tidak memilih konsumen yang syari saja, tapi Mouza ada untuk memfasilitasi dan menghubungkan semua muslimah. Mouza paham bahwa hihrah itu butuh proses, setiap perpindahan pasti ada pergeseran dan di sanalah Mouza berdiri.
Blomil foto bersama (dok. Blomil) |
Tomboy yg sudah hijrah bisa tersalurkan dengan pakaian sebagai bisnis
BalasHapusKeren ya, alasannya kenapa ga pakai nama sendiri. Karena ingin brand tetap ada sampai kapanpun meski mbak Dini sudah tidak ada. Mouza, nama yang simple dan mudah diingat. Warna dan motifnya pun lain dari yang lain.
BalasHapusWalaupun segmennya menengah ke atas, produknya tetap laris manis. Keren karena ada fansnya juga. Setuju sama Dini Fitria, syari itu nggak mesti gamis.
BalasHapusBaju gamis belakangan ini memang banyak digemari dan modelnya juga sudah semakin bervariasi.
BalasHapusMeskipun baru tapi produknya sudah laris manis berarti kualitasnya okeh niyy!!
Kalau harganya sendiri gimana niyy Kaa..? Siapa tau saya tertarik gituuu.. Heheh